Atlantis,
Atalantis,
[1] atau
Atlantika[1] (
bahasa Yunani:
Ἀτλαντὶς νῆσος, "pulau
Atlas") adalah
pulau legendaris yang pertama kali disebut oleh
Plato dalam buku
Timaeus dan
Critias.
[2]
Dalam catatannya, Plato menulis bahwa Atlantis terhampar "di seberang
pilar-pilar Herkules", dan memiliki
angkatan laut yang menaklukan
Eropa Barat dan
Afrika 9.000 tahun sebelum waktu
Solon, atau sekitar tahun 9500 SM. Setelah gagal menyerang
Yunani, Atlantis tenggelam ke dalam samudra "hanya dalam waktu satu hari satu malam".
Atlantis umumnya dianggap sebagai mitos yang dibuat oleh Plato untuk
mengilustrasikan teori politik. Meskipun fungsi cerita Atlantis terlihat
jelas oleh kebanyakan ahli, mereka memperdebatkan apakah dan seberapa
banyak catatan Plato diilhami oleh tradisi yang lebih tua. Beberapa ahli
mengatakan bahwa Plato menggambarkan kejadian yang telah berlalu,
seperti
letusan Thera atau
perang Troya, sementara lainnya menyatakan bahwa ia terinspirasi dari peristiwa kontemporer seperti hancurnya
Helike tahun 373 SM atau gagalnya
invasi Athena ke Sisilia tahun 415-413 SM.
Masyarakat sering membicarakan keberadaan Atlantis selama
Era Klasik, namun umumnya tidak mempercayainya dan kadang-kadang menjadikannya bahan lelucon. Kisah Atlantis kurang diketahui pada
Abad Pertengahan,
namun, pada era modern, cerita mengenai Atlantis ditemukan kembali.
Deskripsi Plato menginspirasikan karya-karya penulis zaman
Renaissance, seperti "
New Atlantis" karya
Francis Bacon. Atlantis juga memengaruhi literatur modern, dari
fiksi ilmiah hingga
buku komik dan
film. Namanya telah menjadi pameo untuk semua peradaban prasejarah yang maju (dan hilang).
Catatan Plato
Dua dialog Plato,
Timaeus dan
Critias, yang ditulis pada tahun 360 SM, berisi referensi pertama Atlantis. Plato tidak pernah menyelesaikan
Critias karena alasan yang tidak diketahui; namun, ahli yang bernama
Benjamin Jowett, dan beberapa ahli lain, berpendapat bahwa Plato awalnya merencanakan untuk membuat catatan ketiga yang berjudul
Hermocrates.
John V. Luce mengasumsikan bahwa Plato — setelah mendeskripsikan asal usul dunia dan manusia dalam
Timaeus, dan juga komunitas sempurna
Athena kuno dan keberhasilannya dalam mempertahankan diri dari serangan Atlantis dalam
Critias — akan membahas strategi
peradaban Helenik selama konflik mereka dengan bangsa barbar sebagai subyek diskusi dalam
Hermocrates.
Empat tokoh yang muncul dalam kedua catatan tersebut adalah politikus
Critias dan
Hermocrates dan juga filsuf
Socrates dan
Timaeus,
meskipun hanya Critias yang berbicara mengenai Atlantis. Walaupun semua
tokoh tersebut merupakan tokoh bersejarah (hanya tiga tokoh pertama
yang dibawa),
[3] catatan tersebut mungkin merupakan karya fiksi Plato. Dalam karya tertulisnya, Plato menggunakan
dialog Socrates untuk mendiskusikan posisi yang saling berlawanan dalam hubungan prakiraan.
Timaeus
Timaeus dimulai dengan pembukaan, diikuti dengan catatan
pembuatan dan struktur alam semesta dan peradaban kuno. Dalam bagian
pembukaan, Socrates merenungkan mengenai komunitas yang sempurna, yang
dideskripsikan dalam
Republic karya Plato, dan berpikir apakah ia dan tamunya dapat mengingat sebuah cerita yang mencontohkan peradaban seperti itu.
Pada buku Timaeus, Plato berkisah:
“ |
Di hadapan Selat Mainstay
Haigelisi, ada sebuah pulau yang sangat besar, dari sana kalian dapat
pergi ke pulau lainnya, di depan pulau-pulau itu adalah seluruhnya
daratan yang dikelilingi laut samudera, itu adalah kerajaan Atlantis.
Ketika itu Atlantis baru akan melancarkan perang besar dengan Athena,
namun di luar dugaan, Atlantis tiba-tiba mengalami gempa bumi dan
banjir, tidak sampai sehari semalam, tenggelam sama sekali di dasar
laut, negara besar yang melampaui peradaban tinggi, lenyap dalam
semalam.[4] |
” |
Critias
Critias menyebut kisah yang diduga sejarah yang akan memberikan
contoh sempurna, dan diikuti dengan deskripsi Atlantis. Dalam
catatannya, Athena kuno mewakili "komunitas sempurna" dan Atlantis
adalah musuhnya, mewakili ciri sempurna sangat antitesis yang
dideskripsikan dalam
Republic. Critias mengklaim bahwa catatannya mengenai Athena kuno dan Atlantis berhaluan dari kunjungan ke
Mesir oleh penyair Athena,
Solon pada abad ke-6 SM. Di Mesir, Solon bertemu pendeta dari
Sais, yang menerjemahkan sejarah Athena kuno dan Atlantis, dicatat pada papiri di heroglif Mesir, menjadi
bahasa Yunani. Menurut
Plutarch,
Solon bertemu dengan "Psenophis Heliopolis, dan Sonchis Saite, yang
paling dipelajari dari semua pendeta" (Kehidupan Solon). Karena jarak
500 tahun lebih antara Plutarch dan peristiwa yang bersifat sebagai
alasan atau dalih, dan karena informasi ini tidak ada pada Timaeus dan
Critias, identifikasi ini dipertanyakan.
Menurut Critias, dewa Helenik membagi wilayah sehingga tiap dewa dapat memiliki;
Poseidon mewarisi wilayah pulau Atlantis. Pulau ini lebih besar daripada Libya kuno dan Asia Kecil yang disatukan,
[1] tetapi akan tenggelam karena
gempa bumi
dan menjadi sejumlah lumpur yang tak dapat dilewati, menghalangi
perjalanan menyebrang samudra. Bangsa Mesir mendeskripsikan Atlantis
sebagai pulau yang terletak kira-kira 700 kilometer, kebanyakan terdiri
dari pegunungan di wilayah utara dan sepanjang pantai, dan melinkungi
padang rumput berbentuk bujur di selatan "terbentang dalam satu arah
tiga ribu
stadia (sekitar 600 km), tetapi di tengah sekitar dua ribu stadia (400 km).
Wanita asli Atlantis bernama Cleito (putri dari
Evenor dan
Leucippe)
tinggal disini. Poseidon jatuh cinta padanya, lalu memperistri gadis
muda itu dan melahirkan lima pasang anak laki-laki kembar. Poseidon
membagi pulau menjadi 10 wilayah yang masing-masing diserahkan pada 10
anak. Anak tertua, Atlas, menjadi raja atas pulau itu dan samudra
disekitarnya (disebut
Samudra Atlantik untuk menghormati Atlas). Nama "Atlantis" juga berasal dari namanya, yang berarti "Pulau Atlas".
Poseidon mengukir gunung tempat kekasihnya tinggal menjadi istana dan
menutupnya dengan tiga parit bundar yang lebarnya meningkat, bervariasi
dari satu sampai tiga stadia dan terpisah oleh cincin tanah yang
besarnya sebanding. Bangsa Atlantis lalu membangun jembatan ke arah
utara dari pegunungan, membuat rute menuju sisa pulau. Mereka menggali
kanal besar ke laut, dan di samping jembatan, dibuat gua menuju cincin
batu sehingga kapal dapat lewat dan masuk ke kota di sekitar pegunungan;
mereka membuat dermaga dari tembok batu parit. Setiap jalan masuk ke
kota dijaga oleh gerbang dan menara, dan tembok mengelilingi setiap
cincin kota. Tembok didirikan dari bebatuan merah, putih dan hitam yang
berasal dari parit, dan dilapisi oleh
kuningan,
timah dan
orichalcum (perunggu atau kuningan).
Menurut Critias, 9.000 tahun sebelum kelahirannya, perang terjadi
antara bangsa yang berada di luar Pilar-pilar Herkules (umumnya diduga
Selat Gibraltar),
dengan bangsa yang tinggal di dalam Pilar. Bangsa Atlantis menaklukan
Libya sampai sejauh Mesir dan benua Eropa sampai sejauh
Tirenia,
dan menjadikan penduduknya budak. Orang Athena memimpin aliansi melawan
kekaisaran Atlantis, dan sewaktu aliansi dihancurkan, Athena melawan
kekaisaran Atlantis sendiri, membebaskan wilayah yang diduduki. Namun,
nantinya, muncul gempa bumi dan banjir besar di Atlantis, dan hanya
dalam satu hari satu malam, pulau Atlantis tenggelam dan menghilang.
Catatan kuno lainnya
Selain Timaeus dan Critias, tidak terdapat catatan kuno mengenai
Atlantis, yang berarti setiap catatan mengenai Atlantis lainnya
berdasarkan dari catatan Plato.
Banyak filsuf kuno menganggap Atlantis sebagai kisah fiksi, termasuk (menurut
Strabo)
Aristoteles. Namun, terdapat filsuf, ahli geografi dan sejarawan yang percaya akan keberadaan Atlantis.
[5] Filsuf
Crantor, murid dari murid Plato,
Xenocrates, mencoba menemukan bukti keberadaan Atlantis. Karyanya, komentar mengenai
Timaeus, hilang, tetapi sejarawan kuno lainnya,
Proclus, melaporkan bahwa Crantor berkelana ke Mesir dan menemukan kolom dengan sejarah Atlantis tertulis dalam huruf heroglif.
[6]
Plato tidak pernah menyebut kolom tersebut. Menurut filsuf Yunani,
Solon melihat kisah Atlantis dalam sumber yang berbeda yang dapat
"diambil untuk diberikan".
[7]
Bagian lain dari komentar abad ke-5 Proclus mengenai
Timaeus memberi deskripsi geografi Atlantis. Menurut mereka, terdapat tujuh pulau di laut tersebut pada saat itu, tanah suci untuk
Persephone,
dan juga tiga lainnya dengan besar yang sangat besar, salah satunya
tanah suci untuk Pluto, lainnya untuk Ammon, dan terakhir di antaranya
untuk Poseidon, dengan luas ribuan stadia. Penduduknya—mereka
menambah—memelihara ingatan dari nenek moyang mereka mengenai pulau
besar Atlantis yang pernah ada dan telah berkuasa terhadap semua pulau
di laut Atlantik dan suci untuk Poseidon. Kini, hal tersebut telah
ditulis Marcellus dalam
Aethiopica".
[8] Marcellus masih belum diidentifikasi.
Sejarawan dan filsuf kuno lainnya yang mempercayai keberadaan Atlantis adalah Strabo dan
Posidonius.
[9]
Catatan Plato mengenai Atlantis juga telah menginspirasi beberapa imitasi parodik: hanya beberapa dekade setelah
Timaeus dan
Critias, sejarawan
Theopompus dari
Chios menulis mengenai wilayah yang disebut
Meropis. Deskripsi wilayah ini ada pada Buku 8
Philippica, yang berisi dialog antara Raja
Midas dan
Silenus, teman dari
Dionysus.
Silenus mendeskripsikan Bangsa Meropid, ras manusia yang tumbuh dua
kali dari ukuran tubuh biasa, dan menghuni dua kota di pulau Meropis
(Cos?):
Eusebes (
Εὐσεβής, "kota Pious") dan
Machimos (
Μάχιμος,
"kota-Pertempuran"). Ia juga melaporkan bahwa angkatan bersenjata
sebanyak sepuluh juta tentara menyebrangi samudra untuk menaklukan
Hyperborea,
tetapi meninggalkan proposal ini ketika mereka menyadari bahwa bangsa
Hyperborea adalah bangsa terberuntung di dunia. Heinz-Günther Nesselrath
menyatakan bahwa cerita Silenus merupakan jiplakan dari kisah Atlantis,
untuk alasan membongkar ide Plato untuk mengejek.
[10]
Zoticus, seorang filsuf
Neoplatonis pada abad ke-3, menulis puisi berdasarkan catatan Plato mengenai Atlantis.
[11]
Sejarawan abad ke-4,
Ammianus Marcellinus, berdasarkan karya Timagenes (sejarawan abad ke-1 SM) yang hilang, menulis bahwa
Druid dari
Galia
mengatakan bahwa sebagian penduduk Galia bermigrasi dari kepulauan yang
jauh. Catatan Ammianus dianggap oleh sebagian orang sebagai klaim bahwa
ketika Atlantis tenggelam, penduduknya mengungsi ke Eropa Barat; tetapi
Ammianus mengatakan bahwa “Drasidae (Druid) menyebut kembali bahwa
sebagian dari penduduk merupakan penduduk asli, tetapi lainnya juga
bermigrasi dari kepulauan dan wilayah melewati
Rhine" (
Res Gestae 15.9), tanda bahwa imigran datang ke Galia dari utara dan timur, tidak dari Samudra Atlantik.
[12]
Risalah
Ibrani mengenai perhitungan
astronomi
pada tahun 1378/79, yang merupakan parafrase karya Islam awal yang
tidak diketahui, menyinggung mitologi Atlantis dalam diskusi mengenai
penentuan titik nol kalkulasi garis bujur.
[13]
Catatan modern
Novel
Francis Bacon tahun 1627,
The New Atlantis
(Atlantis Baru), mendeskripsikan komunitas utopia yang disebut
Bensalem, terletak di pantai barat Amerika. Karakter dalam novel ini
memberikan sejarah Atlantis yang mirip dengan catatan Plato. Tidak jelas
apakah Bacon menyebut
Amerika Utara atau
Amerika Selatan.
Novel
Isaac Newton tahun 1728,
The Chronology of the Ancient Kingdoms Amended (Kronologi Kerajaan Kuno Berkembang), mempelajari berbagai hubungan mitologi dengan Atlantis.
[14]
Pada pertengahan dan akhir abad ke-19, beberapa sarjana
Mesoamerika, dimulai dari
Charles Etienne Brasseur de Bourbourg, dan termasuk
Edward Herbert Thompson dan
Augustus Le Plongeon, menyatakan bahwa Atlantis berhubungan dengan
peradaban Maya dan
Aztek.
Pada tahun 1882,
Ignatius L. Donnelly mempublikasikan
Atlantis: the Antediluvian World.
Karyanya menarik minat banyak orang terhadap Atlantis. Donnelly
mengambil catatan Plato mengenai Atlantis dengan serius dan menyatakan
bahwa semua
peradaban kuno yang diketahui berasal dari kebudayaan
Neolitik tingginya.
Selama akhir abad ke-19, gagasan mengenai legenda Atlantis digabungkan dengan cerita-cerita "benua hilang" lainnya, seperti
Mu dan
Lemuria.
Helena Blavatsky, "Nenek Pergerakan Era Baru", menulis dalam
The Secret Doctrine
(Doktrin Rahasia) bahwa bangsa Atlantis adalah pahlawan budaya (kontras
dengan Plato yang mendeskripsikan mereka sebagai masalah militer), dan "
Akar Ras" ke-4, yang diteruskan oleh "
Ras Arya".
Rudolf Steiner menulis evolusi budaya Mu atau Atlantis.
Edgar Cayce pertama kali menyebut Atlantis tahun 1923
[15] dan nantinya menjelaskan bahwa lokasi Atlantis berada di
Karibia
dan menyatakan bahwa Atlantis adalah peradaban kuno yang jaya, memiliki
kapal dan pesawat tempur yang menggunakan energi dalam bentuk kristal
energi misterius, dan telah tenggelam. Ia juga memprediksi bahwa
sebagian dari Atlantis akan naik ke permukaan tahun 1968 atau 1969.
Jalan Bimini, yang ditemukan oleh Dr.J Manson Valentine, merupakan formasi batu tenggelam yang terlihat seperti jalan di sebelah utara
Kepulauan Bimini Utara. Jalan ini ditemukan pada tahun 1968 dan diklaim sebagai bukti peradaban yang hilang dan kini masih diteliti.
Telah diklaim bahwa sebelum era
Eratosthenes tahun 250 SM, penulis Yunani menyatakan bahwa lokasi
Pilar-pilar Herkules berada di
Selat Sisilia,
namun tidak terdapat bukti yang cukup untuk membuktikan hal tersebut.
Menurut Herodotus (circa 430 SM), ekspedisi Finisi telah berlayar
mengitari
Afrika atas perintah
firaun Necho, berlayar ke selatan
Laut Merah dan Samudera Hindia dan bagian utara di Atlantik, memasuki kembali
Laut Tengah
melalui Pilar Hercules. Deskripsinya di Afrika barat laut menjelaskan
bahwa ia melokasikan Pilar Hercules dengan tepat di tempat pilar
Hercules berada saat ini. Kepercayaan bahwa pilar Hercules yang telah
diletakan di Selat Sisilia menurut Eratosthenes, telah dikutip dalam
beberapa teori Atlantis.
Ide Nasionalis
Konsep Atlantis menarik perhatian teoris
Nazi. Pada tahun 1938,
Heinrich Himmler mengorganisir pencarian di
Tibet untuk menemukan sisa bangsa Atlantis putih. Menurut
Julius Evola (
Revolt Against the Modern World, 1934), bangsa Atlantis adalah
manusia super (
Übermensch)
Hyperborea—Nordik yang berasal dari
Kutub Utara (lihat
Thule).
Alfred Rosenberg (
The Myth of the Twentieth Century, 1930) juga berbicara mengenai kepala ras "Nordik-Atlantis" atau "Arya-Nordik".
Hipotesis terkini
Dengan teori
continental drift
secara luas diterima selama tahun 1960-an, kebanyakan teori "Benua
Hilang" Atlantis mulai menyusut popularitasnya. Beberapa teoris terkini
mengusulkan bahwa elemen cerita Plato berasal dari mitologi awal.
Hipotesis lokasi
Citra satelit
Santorini dari udara. Tempat ini merupakan salah satu dari banyak tempat yang diduga sebagai lokasi Atlantis.
Sejak Donnelly, terdapat lusinan - bahkan ratusan - usulan lokasi
Atlantis. Beberapa hipotesis merupakan hipotesis arkeologi atau ilmiah,
sementara lainnya berdasarkan fisika atau lainnya. Banyak tempat usulan
yang memiliki kemiripan karakteristik dengan kisah Atlantis (air,
bencana besar, periode waktu yang relevan), tetapi tidak ada yang
berhasil dibuktikan sebagai kisah sejarah Atlantis yang sesungguhnya.
Lokasi yang diusulkan kebanyakan berada di sekitar Laut Tengah. Pulau seperti
Sardinia,
Kreta dan
Santorini,
Sisilia,
Siprus dan
Malta; kota seperti
Troya,
Tartessos, dan Tantalus (di provinsi
Manisa),
Turki; dan
Israel-
Sinai atau
Kanaan.
Letusan Thera besar pada abad ke-17 atau ke-16 SM menyebabkan
tsunami besar yang diduga para ahli menghancurkan
peradaban Minoa
di sekitar pulau Kreta yang semakin meningkatkan kepercayaan bahwa
bencana ini mungkin merupakan bencana yang menghancurkan Atlantis.
[16] Terdapat wilayah di
Laut Hitam yang diusulkan sebagai lokasi Atlantis:
Bosporus dan
Ancomah (tempat legendaris di dekat
Trabzon). Sekitar
Laut Azov diusulkan sebagai lokasi lainnya tahun 2003.
[17]
A. G. Galanopoulos menyatakan bahwa skala waktu telah berubah akibat
kesalahan penerjemahan, kemungkinan kesalahan penerjemahan bahasa Mesir
ke Yunani; kesalahan yang sama akan mengurangi besar Kerajaan Atlantis
Plato menjadi sebesar pulau Kreta, yang meninggalkan kota dengan ukuran
kawah Thera. 900 tahun sebelum Solon merupakan abad ke-15 SM.
[18]
Beberapa hipotesis menyatakan Atlantis berada pada pulau yang telah tenggelam di
Eropa Utara, termasuk
Swedia (oleh
Olof Rudbeck di
Atland, 1672–1702), atau di
Laut Utara. Beberapa telah mengusulkan
Al-Andalus atau
Irlandia sebagai lokasi.
[19] Kepulauan Canary juga dinyatakan sebagai lokasi yang mungkin, sebelah barat
selat Gibraltar tetapi dekat dengan Laut Tengah. Berbagai kepulauan di Atlantik juga dinyatakan sebagai lokasi yang mungkin, terutama
Kepulauan Azores. Pulau
Spartel yang telah tenggelam di selat Gibraltar juga telah diusulkan.
[20]
Antarktika,
Indonesia, dibawah
Segitiga Bermuda,
[21] dan
Laut Karibia telah diusulkan sebagai lokasi Atlantis. Kisah benua "
Kumari Kandam" yang hilang di
India telah menginspirasi beberapa orang untuk menggambarkannya secara paralel dengan Atlantis. Menurut
Ignatius L. Donnelly dalam bukunya,
Atlantis: The Antediluvian World, terdapat hubungan antara Atlantis dan
Aztlan (tempat tinggal nenek moyang suku Aztek). Ia mengklaim bahwa suku Aztek menunjuk ke timur Karibia sebagai bekas lokasi Aztlan.
Lokasi yang diduga sebagai lokasi Atlantis adalah:
Dan indonseia sendiri disebut" adalah atlanis
MUSIBAH alam beruntun dialami
Indonesia. Mulai dari tsunami di Aceh hingga yang mutakhir semburan lumpur panas di Jawa Timur. Hal itu
mengingatkan kita pada peristiwa serupa di wilayah yang dikenal sebagai Benua Atlantis. Apakah ada hubungan antara Indonesia dan
Atlantis?
Plato (427 – 347 SM) menyatakan bahwa puluhan ribu tahun lalu terjadi
berbagai letusan gunung berapi secara serentak, menimbulkan gempa,
pencairan es, dan banjir. Peristiwa itu mengakibatkan sebagian
permukaan bumi tenggelam. Bagian itulah yang disebutnya benua yang
hilang atau Atlantis.
Penelitian mutakhir yang dilakukan oleh Aryso Santos, menegaskan bahwa Atlantis itu adalah wilayah yang sekarang disebut
Indonesia.
Setelah melakukan penelitian selama 30 tahun, ia menghasilkan buku
Atlantis, The Lost Continent Finally Found, The Definitifve Localization
of
Plato‘s Lost Civilization (2005).
Santos
menampilkan 33 perbandingan, seperti luas wilayah, cuaca, kekayaan
alam, gunung berapi, dan cara bertani, yang akhirnya menyimpulkan bahwa
Atlantis itu adalah
Indonesia. Sistem terasisasi sawah yang khas
Indonesia, menurutnya, ialah bentuk yang diadopsi oleh Candi Borobudur, Piramida di Mesir, dan bangunan kuno Aztec di Meksiko.
Konteks Indonesia
Bukan kebetulan ketika Indonesia
pada tahun 1958, atas gagasan Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja melalui
UU no. 4 Perpu tahun 1960, mencetuskan Deklarasi Djoeanda. Isinya
menyatakan bahwa negara Indonesia dengan
perairan pedalamannya merupakan kesatuan wilayah Nusantara. Fakta itu
kemudian diakui oleh Konvensi Hukum Laut Internasional 1982. Merujuk
penelitian Santos, pada masa puluhan ribu tahun yang lalu wilayah negara
Indonesia merupakan suatu benua yang menyatu. Tidak terpecah-pecah
dalam puluhan ribu pulau seperti halnya sekarang.
Santos menetapkan bahwa pada masa lalu itu Atlantis merupakan benua yang membentang dari bagian selatan India, Sri Lanka, Sumatra, Jawa, Kalimantan, terus ke arah timur dengan Indonesia
(yang sekarang) sebagai pusatnya. Di wilayah itu terdapat puluhan
gunung berapi yang aktif dan dikelilingi oleh samudera yang menyatu
bernama Orientale, terdiri dari Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.
Teori Plato menerangkan bahwa Atlantis
merupakan benua yang hilang akibat letusan gunung berapi yang secara
bersamaan meletus. Pada masa itu sebagian besar bagian dunia masih
diliput oleh lapisan-lapisan es (era Pleistocene) . Dengan meletusnya
berpuluh-puluh gunung berapi secara bersamaan yang sebagian besar
terletak di wilayah Indonesia (dulu)
itu, maka tenggelamlah sebagian benua dan diliput oleh air asal dari es
yang mencair. Di antaranya letusan gunung Meru di India Selatan
dan gunung Semeru/Sumeru/ Mahameru di Jawa Timur. Lalu letusan gunung
berapi di Sumatera yang membentuk Danau Toba dengan pulau Somasir, yang
merupakan puncak gunung yang meletus pada saaitu. Letusan yang paling
dahsyat di kemudian hari adalah gunung Krakatau (Krakatoa) yang memecah
bagian Sumatera dan Jawa dan lain-lainnya serta membentuk selat dataran
Sunda.
Atlantis berasal dari bahasa Sanskrit Atala, yang berarti surga atau menara peninjauan (watch tower), Atalaia (Potugis), Atalaya
(Spanyol). Plato menegaskan bahwa wilayah Atlantis pada saat itu
merupakan pusat dari peradaban dunia dalam bentuk budaya, kekayaan
alam, ilmu/teknologi, dan lain-lainnya. Plato menetapkan bahwa letak
Atlantis itu di Samudera Atlantik sekarang. Pada masanya, ia bersikukuh
bahwa bumi ini datar dan dikelilingi oleh satu samudera (ocean) secara
menyeluruh.
Ocean berasal dari kata Sanskrit ashayana yang
berarti mengelilingi secara menyeluruh. Pendapat itu kemudian ditentang
oleh ahli-ahli di kemudian hari seperti Copernicus, Galilei-Galileo,
Einstein, dan Stephen Hawking.
Santos berbeda dengan Plato mengenai lokasi Atlantis. Ilmuwan Brazil itu
berargumentasi, bahwa pada saat terjadinya letusan berbagai
gunung berapi itu, menyebabkan lapisan es mencair dan mengalir ke
samudera sehingga luasnya bertambah. Air dan lumpur berasal dari abu
gunung berapi tersebut membebani samudera dan dasarnya, mengakibatkan
tekanan luar biasa kepada kulit bumi di dasar samudera, terutama pada
pantaibenua. Tekanan ini mengakibatkan gempa. Gempa ini diperkuat lagi
oleh gunung-gunung yang meletus kemudian secara beruntun dan
menimbulkan gelombang tsunami yang dahsyat. Santos menamakannya Heinrich
Events.
Dalam usaha mengemukakan pendapat
mendasarkan kepada sejarah dunia, tampak Plato telah melakukan dua
kekhilafan, pertama mengenai bentuk/posisi bumi yang katanya datar.
Kedua, mengenai letak benua Atlantis yang katanya berada di Samudera
Atlantik yang ditentang oleh Santos. Penelitian militer Amerika Serikat
di wilayah Atlantik terbukti tidak berhasil menemukan bekas-bekas benua
yang hilang itu. Oleh karena itu tidaklah semena-mena ada peribahasa
yang berkata, ”Amicus Plato, sed magis amica veritas.” Artinya,”Saya
senang kepada Plato tetapi saya lebih senang kepada kebenaran.”
Namun, ada beberapa keadaan masa kini
yang antara Plato dan Santos sependapat. Yakni pertama, bahwa lokasi
benua yang tenggelam itu adalah Atlantis dan oleh Santos dipastikan
sebagai wilayah Republik Indonesia. Kedua, jumlah atau panjangnya mata
rantai gunung berapi di Indonesia. Di antaranya ialah Kerinci, Talang,
Krakatoa, Malabar, Galunggung, Pangrango, Merapi, Merbabu, Semeru,
Bromo, Agung, Rinjani. Sebagian dari gunung itu telah atau sedang aktif
kembali.
Ketiga, soal semburan lumpur akibat
letusan gunung berapi yang abunya tercampur air laut menjadi lumpur.
Endapan lumpur di laut ini kemudian meresap ke dalam tanah di daratan.
Lumpur panas ini tercampur dengan gas-gas alam yang merupakan impossible
barrier of mud (hambatan lumpur yang tidak bisa dilalui), atau in
navigable (tidak dapat dilalui), tidak bisa ditembus atau dimasuki.
Dalam kasus di Sidoarjo, pernah dilakukan remote sensing, penginderaan
jauh, yang menunjukkan adanya sistim kanalisasi di wilayah tersebut. Ada
kemungkinan kanalisasi itu bekas penyaluran semburan lumpur panas dari
masa yang lampau.
Bahwa
Indonesia
adalah wilayah yang dianggap sebagai ahli waris Atlantis, tentu harus
membuat kita bersyukur. Membuat kita tidak rendah diri di dalam
pergaulan internasional, sebab Atlantis pada masanya ialah pusat
peradaban dunia. Namun sebagai wilayah yang rawan bencana, sebagaimana
telah dialami oleh Atlantis itu, sudah saatnya kita belajar dari sejarah
dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan mutakhir untuk dapat
mengatasinya.
DIkutip dari : http://id.wikipedia.org/wiki/Atlantis dan http://ahmadsamantho.wordpress.com/2008/01/29/benua-atlantis-yang-hilang-itu-ternyata-indonesia/